CIANJUR - Penyebab matinya 22 ekor sapi milik Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat beberapa waktu lalu karena ditemukan racun dalam pakan rumput dalam dosis yang cukup besar. Temuan itu berdasarkan hasil laboratorium patologi hewan Institut Pertanian Bogor dan baru didapat hasilnya pada hari kamis (08/02).
Kepala Seksi Pelayanan Pembibitan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan UPTD Balai Pembibitan dan Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak Sapi Bunikasih, Drh. Andy Hariswan di ruang kerjanya mengatakan, penyebab matinya 22 ekor sapi milik Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat karena ditemukan racun dalam pakan rumput dalam dosis yang cukup besar.
"Sudah ada hasilnya dari dua laboratorium di Bogor mengatakan bahwa penyebab matinya 22 ekor sapi perah karena ditemukan racun dalam dosis tinggi di dalam lambung hewan, jadi bukan karena penyakit yang menular," ujar Andy ditemui di Balai Bunikasih, Jumat (9/2).
Berdasarkan hasil laboratorium yang menyebut terdapat racun dalam dosis tinggi di dalam pakan, Andy mengatakan pihaknya sudah melaporkan kepada pihak berwajib. Ia menuturkan mengenai dugaan lain adanya kesengajaan menyimpan racun dan lainnya, hal tersebut ia serahkan kepada pihak berwajib. Menurutnya, untuk meyakinkan adanya racun dalam pakan rumput yang dimakan ternak yang mati, pihak balai kembali memeriksa sampel pembanding di laboratorium di Subang. "Sebagai pembanding, kami uji lagi di laboratorium di Subang, dari Subang belum ada hasilnya," kata Andy.
Andy mengatakan selain memeriksa sampel rumput gajah dan rumput lainnya, laboratorium juga memeriksa air minum ternak. Sampel yang diperiksa adalah pakan dan air minum yang diberikan pada periodik sore hari hingga terakhir kali ternak makan rumput. "Laboratorium tidak menemukan racun dalam sampel minuman, racun ditemukan dalam dosis tinggi hanya pada pakan rumput," katanya.
Andy mengatakan dalam penanganan kasus 22 ekor sapi perah mati, pihak balai selama sebulan terakhir menerapkan prosedur penanganan wabah secara umum penyakit menular. Selain menutup area dan mengisolasi ternak, pihak balai juga memperketat dan menjalankan bio security. Prosedur sebelum ada hasil laboratorium tetap menggunakan standar penanganan penyakit hewan yang bisa menular ke manusia.
"Maaf kalau tadi harus disemprot terlebih dahulu sebelum masuk ke sini, selain pengendara, kendaraannya juga harus kami semprot terlebih dahulu. Standar ini kami lakukan selama pemeriksaan laboratorium selama sebulan ini," katanya.
Andy mengatakan, balai tidak melepaskan standar bio security setelah mengetahui hasil laboratorium yang menyebutkan bahwa ternak mati karena racun. Balai tetap menggunakan standar bio security. Memasuki balai yang masuk ke kawasan Warungkondang ini memang semua orang dan kendaraannya harus disemprot terlebih dahulu. Penyemprotan dilakukan secara otomatis di pintu gerbang denga menggunakan peralatan otomatis. Setelah pintu gerban dibuka, beberapa titik akan menyemprotkan air dari sisi kanan dan sisi kiri. Sehingga pengendara dan kendaraan terlindungi dari bakteri.
"Terkait langkah selanjutnya dari kasus ini kami serahkan kepada pihak yang berwajib," kata Andy.(Ghienz*cfm)
Kepala Seksi Pelayanan Pembibitan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan UPTD Balai Pembibitan dan Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak Sapi Bunikasih, Drh. Andy Hariswan di ruang kerjanya mengatakan, penyebab matinya 22 ekor sapi milik Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat karena ditemukan racun dalam pakan rumput dalam dosis yang cukup besar.
"Sudah ada hasilnya dari dua laboratorium di Bogor mengatakan bahwa penyebab matinya 22 ekor sapi perah karena ditemukan racun dalam dosis tinggi di dalam lambung hewan, jadi bukan karena penyakit yang menular," ujar Andy ditemui di Balai Bunikasih, Jumat (9/2).
Berdasarkan hasil laboratorium yang menyebut terdapat racun dalam dosis tinggi di dalam pakan, Andy mengatakan pihaknya sudah melaporkan kepada pihak berwajib. Ia menuturkan mengenai dugaan lain adanya kesengajaan menyimpan racun dan lainnya, hal tersebut ia serahkan kepada pihak berwajib. Menurutnya, untuk meyakinkan adanya racun dalam pakan rumput yang dimakan ternak yang mati, pihak balai kembali memeriksa sampel pembanding di laboratorium di Subang. "Sebagai pembanding, kami uji lagi di laboratorium di Subang, dari Subang belum ada hasilnya," kata Andy.
Andy mengatakan selain memeriksa sampel rumput gajah dan rumput lainnya, laboratorium juga memeriksa air minum ternak. Sampel yang diperiksa adalah pakan dan air minum yang diberikan pada periodik sore hari hingga terakhir kali ternak makan rumput. "Laboratorium tidak menemukan racun dalam sampel minuman, racun ditemukan dalam dosis tinggi hanya pada pakan rumput," katanya.
Andy mengatakan dalam penanganan kasus 22 ekor sapi perah mati, pihak balai selama sebulan terakhir menerapkan prosedur penanganan wabah secara umum penyakit menular. Selain menutup area dan mengisolasi ternak, pihak balai juga memperketat dan menjalankan bio security. Prosedur sebelum ada hasil laboratorium tetap menggunakan standar penanganan penyakit hewan yang bisa menular ke manusia.
"Maaf kalau tadi harus disemprot terlebih dahulu sebelum masuk ke sini, selain pengendara, kendaraannya juga harus kami semprot terlebih dahulu. Standar ini kami lakukan selama pemeriksaan laboratorium selama sebulan ini," katanya.
Andy mengatakan, balai tidak melepaskan standar bio security setelah mengetahui hasil laboratorium yang menyebutkan bahwa ternak mati karena racun. Balai tetap menggunakan standar bio security. Memasuki balai yang masuk ke kawasan Warungkondang ini memang semua orang dan kendaraannya harus disemprot terlebih dahulu. Penyemprotan dilakukan secara otomatis di pintu gerbang denga menggunakan peralatan otomatis. Setelah pintu gerban dibuka, beberapa titik akan menyemprotkan air dari sisi kanan dan sisi kiri. Sehingga pengendara dan kendaraan terlindungi dari bakteri.
"Terkait langkah selanjutnya dari kasus ini kami serahkan kepada pihak yang berwajib," kata Andy.(Ghienz*cfm)